Rabu, 27 April 2016

Ketika Kata-Kata Tak Sesuai dengan Prilaku



Ketika Kata-Kata Tak Sesuai dengan Prilaku
Namaku adalah Adrian, hidupku tak seindah dengan apa yang dibayangkan orang. Mungkin bisa saja mungkin aku yang tak pernah bersyukur. Aku tak seperti apa yang orang bayangkan. Semua orang selalu punya bakat, talenta dan kemampuan yang berbeda-beda. Namun apa salah jika aku berbeda. Aku lahir sebagai anak pertama dengan 2 bersaudara. Kami memeliki banyak perbedaan, Adikku memiliki banyak kesamaan dengan orang tuaku. Mungkin itu yang menjadikan mereka sangat menyayanginya. Cepat atau lambat memang terlihat dia yang begitu disayangi. Mungkin karena dia anak bungsu dan mempunyai bakat yang sama.
Entahlah, mungkin ini perasaanku atau hanya bayanganku. Ketika aku berusia 15 tahun, aku memutuskan untuk sekolah di SMA Negeri yang agak sedikit jauh dari rumah. Mungkin aku butuh situasi baru. Prinsipku satu Jujur adalah hal yang terbaik bagi hidupku. Aku sangat tidak suka dengan orang yang berpura-pura. Ketika awal masuk aku bertemu dengan teman baru bernama Agra. Dia termasuk orang yang pintar dan suka bercanda. Tak heran dia selalu menjadi juara satu dikelas, hobinya adalah membaca. Tetapi kenyataannya dikelas selalu ada pro dan kontra.
Aku bertemu dengan Siska, wanita yang berambut panjang dan berwajah cantik. Tapi tak secantik hatinya. Semua yang dilakukan dia tak ada yang menyenangkan, dan membuat beberapa orang merasa kesal dan tidak menyukainya. Agra juga mempunyai kekesalan yang sama. Suatu ketika pada saat pelajaran fisika, hampir satu kelas tidak ada yang mengerti tentang pelajaran tersebut. Gurunya jutek dan cara mengajarnya yang kurang baik membuat beberapa orang merasa kesal. Akhirnya aku memberi usul untuk belajar bareng dengan teman sekelas setelah pulang sekolah nanti.
Agra menjadi tutor pengajar, dan semua setuju. Rabu 25 juni 2012 ada opening Rohis. Aku mengajak Agra untuk ikut serta ke acara Opening Rohis tersebut. Kemudian kami datang ke masjid tempat berlangsungnya acara. Acara itu ada proyektor, dan infocus yang sudah terpasang. Aku melihat berbagai macam foto yang lucu, dari yang wajah ane sampai yang melas. Semuanya membuatku tertawa tebahak-bahak. Aku juga berkenalan dengan teman-teman yang lain. Dari situ aku mengenal Aisyah, anak kelas X2. Dia sangat cantik dan baik.
Aku mulai mengenal apa itu mentoring, dan disitu mentoring selalu dilaksanakan di Sevel. Lumayan seruh siih selain bisa sambil makan, kita bisa sharing pelajaran. Lumayan yaahh setelah beberapa lama ikut mentoring nilai pelajaran naik semua. Tetapi tidak dalam konflik. Ternyata berdakwah itu tidak mudah, ada saja yang tidak suka. Aku mencoba untuk mengajak teman-teman sholat, namun jawabannya selalu sama, “gua nitip”. Kadang aku suka balikin, “Ya udah gua titipin sama malaikat pencabut nyawa”. Dan dari mereka sendiri banyak yang merespon dari tertawa, bahkan menjadi gusar.
Semakin kesini aku mengenali arti hijab dan jarak sesungguhnya perlahan aku mulai dari berbicara, melihat, bahkan bertegur sapa. Semua berusaha aku jalani dan aku dalami. Agra tampaknya tidak begitu menyukainya. Mungkin ia masih beradaptasi. Tetapi semenjak itu beberapa teman mulai menghindar. Apa yang salah dengan diri ini, aku mencoba menerapkan sebagi seorang muslim yang baru belajar. Apakah aku begitu kaku. Aku mencoba berbaur tapi tetap dengan jarak, namun beberapa respon seolah tidak peduli.
Beberapa teman mentoring seperti Dody dan kawan-kawan selalu berusaha keras menegurku dan mengadukanku kepada Murrobbi ketika aku berdekatan dengan akhwat. Namun bagaimana cara menjaga jarak dengan akhwat yang satu kelompok, terlebih jika tugas itu sangat penting. Namun beberapa dari mereka seolah tidak peduli pada hal itu. Perbedaan membuat jarak yang besar pada setiap orang. Hingga sebagian besar kelas memilih untuk menjauhiku. Mungkin karena sifatku. Semuanya menjauh cepat atau lambat. Tetapi tetap aku juga mengukir prestasi dikelas.
Semua orang respect denganku tapi tak membuat mereka dekat denganku. Hingga pada suatu ketika aku menemukan bahwa ada mentoring yang pacaran, aku berusaha mentelusuri bersama Agra. Hingga aku memukan seseorang sedang berdua di lantai atas, dekat lab fisika mereka sedang berduaan dengan mesranya. Aku langsung bersama Agra langsung datang dan melihat orang itu. Tepat didepan kami kami melihati teman mentoring kami Dody sedang berdua dengan akhwat yang tidak aku kenal. Ternyata selama ini beliau pacaran.
 Seketika mereka kaget dan melepaskan pandangan mereka juga tangan mereka. Akhirnya aku berinisiatif untuk mengadukan ini kepada Murobi kami,  Kak Aswad. Sontak responnya kaget, dan kecewa. Segera Dody diajak ketemu 2 hari setelahnya. Semenjak saat itu, Dody tidak pernah merespon semua omongan kami, begitu juga sebaliknya. Satu hal yang harus aku pahami bahwa ketika kita mengajak tidak semua orang bisa terima dengan keadaan kita. Tetapi tetaplah tersenyum dan jadi diri sendiri, karena hidup tidak perlu berpura-pura dan hargailah dirimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar