Ketika Kata-Kata Tak
Sesuai dengan Prilaku
Namaku
adalah Adrian, hidupku tak seindah dengan apa yang dibayangkan orang. Mungkin
bisa saja mungkin aku yang tak pernah bersyukur. Aku tak seperti apa yang orang
bayangkan. Semua orang selalu punya bakat, talenta dan kemampuan yang
berbeda-beda. Namun apa salah jika aku berbeda. Aku lahir sebagai anak pertama
dengan 2 bersaudara. Kami memeliki banyak perbedaan, Adikku memiliki banyak
kesamaan dengan orang tuaku. Mungkin itu yang menjadikan mereka sangat
menyayanginya. Cepat atau lambat memang terlihat dia yang begitu disayangi.
Mungkin karena dia anak bungsu dan mempunyai bakat yang sama.
Entahlah,
mungkin ini perasaanku atau hanya bayanganku. Ketika aku berusia 15 tahun, aku
memutuskan untuk sekolah di SMA Negeri yang agak sedikit jauh dari rumah.
Mungkin aku butuh situasi baru. Prinsipku satu Jujur adalah hal yang terbaik
bagi hidupku. Aku sangat tidak suka dengan orang yang berpura-pura. Ketika awal
masuk aku bertemu dengan teman baru bernama Agra. Dia termasuk orang yang
pintar dan suka bercanda. Tak heran dia selalu menjadi juara satu dikelas,
hobinya adalah membaca. Tetapi kenyataannya dikelas selalu ada pro dan kontra.
Aku
bertemu dengan Siska, wanita yang berambut panjang dan berwajah cantik. Tapi
tak secantik hatinya. Semua yang dilakukan dia tak ada yang menyenangkan, dan
membuat beberapa orang merasa kesal dan tidak menyukainya. Agra juga mempunyai
kekesalan yang sama. Suatu ketika pada saat pelajaran fisika, hampir satu kelas
tidak ada yang mengerti tentang pelajaran tersebut. Gurunya jutek dan cara
mengajarnya yang kurang baik membuat beberapa orang merasa kesal. Akhirnya aku
memberi usul untuk belajar bareng dengan teman sekelas setelah pulang sekolah
nanti.
Agra
menjadi tutor pengajar, dan semua setuju. Rabu 25 juni 2012 ada opening Rohis.
Aku mengajak Agra untuk ikut serta ke acara Opening Rohis tersebut. Kemudian
kami datang ke masjid tempat berlangsungnya acara. Acara itu ada proyektor, dan
infocus yang sudah terpasang. Aku melihat berbagai macam foto yang lucu, dari
yang wajah ane sampai yang melas. Semuanya membuatku tertawa tebahak-bahak. Aku
juga berkenalan dengan teman-teman yang lain. Dari situ aku mengenal Aisyah,
anak kelas X2. Dia sangat cantik dan baik.
Aku
mulai mengenal apa itu mentoring, dan disitu mentoring selalu dilaksanakan di
Sevel. Lumayan seruh siih selain bisa sambil makan, kita bisa sharing
pelajaran. Lumayan yaahh setelah beberapa lama ikut mentoring nilai pelajaran
naik semua. Tetapi tidak dalam konflik. Ternyata berdakwah itu tidak mudah, ada
saja yang tidak suka. Aku mencoba untuk mengajak teman-teman sholat, namun
jawabannya selalu sama, “gua nitip”. Kadang aku suka balikin, “Ya udah gua titipin
sama malaikat pencabut nyawa”. Dan dari mereka sendiri banyak yang merespon
dari tertawa, bahkan menjadi gusar.
Semakin
kesini aku mengenali arti hijab dan jarak sesungguhnya perlahan aku mulai dari
berbicara, melihat, bahkan bertegur sapa. Semua berusaha aku jalani dan aku
dalami. Agra tampaknya tidak begitu menyukainya. Mungkin ia masih beradaptasi.
Tetapi semenjak itu beberapa teman mulai menghindar. Apa yang salah dengan diri
ini, aku mencoba menerapkan sebagi seorang muslim yang baru belajar. Apakah aku
begitu kaku. Aku mencoba berbaur tapi tetap dengan jarak, namun beberapa respon
seolah tidak peduli.
Beberapa
teman mentoring seperti Dody dan kawan-kawan selalu berusaha keras menegurku
dan mengadukanku kepada Murrobbi ketika aku berdekatan dengan akhwat. Namun
bagaimana cara menjaga jarak dengan akhwat yang satu kelompok, terlebih jika
tugas itu sangat penting. Namun beberapa dari mereka seolah tidak peduli pada
hal itu. Perbedaan membuat jarak yang besar pada setiap orang. Hingga sebagian
besar kelas memilih untuk menjauhiku. Mungkin karena sifatku. Semuanya menjauh
cepat atau lambat. Tetapi tetap aku juga mengukir prestasi dikelas.
Semua
orang respect denganku tapi tak membuat mereka dekat denganku. Hingga pada
suatu ketika aku menemukan bahwa ada mentoring yang pacaran, aku berusaha
mentelusuri bersama Agra. Hingga aku memukan seseorang sedang berdua di lantai atas,
dekat lab fisika mereka sedang berduaan dengan mesranya. Aku langsung bersama
Agra langsung datang dan melihat orang itu. Tepat didepan kami kami melihati
teman mentoring kami Dody sedang berdua dengan akhwat yang tidak aku kenal.
Ternyata selama ini beliau pacaran.
Seketika mereka kaget
dan melepaskan pandangan mereka juga tangan mereka. Akhirnya aku berinisiatif
untuk mengadukan ini kepada Murobi kami, Kak Aswad. Sontak responnya kaget, dan kecewa.
Segera Dody diajak ketemu 2 hari setelahnya. Semenjak saat itu, Dody tidak
pernah merespon semua omongan kami, begitu juga sebaliknya. Satu hal yang harus
aku pahami bahwa ketika kita mengajak tidak semua orang bisa terima dengan
keadaan kita. Tetapi tetaplah tersenyum dan jadi diri sendiri, karena hidup
tidak perlu berpura-pura dan hargailah dirimu.